Pulau terbesar dengan penduduknya paling banyak di seluruh Indonesia
ini, tidak menyangka, kalau dahulunya adalah pulau terkecil dan
terpecah-belah oleh persilangan laut antara utara dan selatan. Kisah
dipersatukannya seluruh pulau yang terdapat di berbagai pulau Jawa,
akibat dari kesaktian yang dimiliki oleh Brahmana Agung bernama Shang
Hyang Dewa. Konon dengan kesaktian beliau, pulau itu ditarik satu
persatu menjadi pulau terbesar dan dinamakan Bumi Ing Jowo Dwipo. Semasa
pulau ini belum terjamaah oleh manusia, para siluman dari bangsa
seleman dan togog telah lebih dulu menduduki hingga ribuan tahun
lamanya. Masa itu pulau Jawa disebut dengan nama Mokso Seleman (zaman
para lelembut). Namun setelah keturunan dari Shang Hyang Nurasa
menduduki bumi Jawa (Shang Hyang Dewa) pulau itu disebut dengan nama
bumi pengurip (bumi yang di hidupkan). Shang Hyang Dewa akhirnya moksa
di puncak Gunung Tidar, setelah beliau menyatukan berbagai bangsa
lelembut untuk menuju jalan Adil (Kebenaran), dan dari keturunannya.
Terlahir pula para Shang Hyang Agung, seperti Shang Hyang Citra Suma,
Shyang Hyang Dinata Dewa, Shang Hyang Panca Dria, yang akhirnya dari
merekalah sebuah titisan atau wasilah turun-temurun menjadi kerajaan
teragung yang absolut. Baru diabad ke 12, pulau Jawa diperluas dengan
tiga aliran yang berbeda, yaitu dengan adanya ajaran Hindu, mokso Jawi
dan Islam. Akhir dari ketiga aliran tersebut nantinya menjadi suatu
perlambangan dari perwatakan penduduk pulau Jawa hingga sekarang ini.
Dalam perluasan arti ketiga diatas, mencerminkan sebuah kehidupan
bermasyarakat gemah ripah loh jinawi. Konon ajaran ini hanya ada di
pulau Jawa dan seterusnya menyebar ke seluruh pelosok yang ada di
Indonesia, seperti ajaran Hindu misalnya, ilmu yang diajarkan oleh para
Shanghyang Dewa, ilmu, sebagai aji rrasa manunggaling agung. Lewat bait
sansekerta Yunani yang mengupas di dalamnya, kebenaran, keadilan,
kejujuran dan memahami sifat alam. Ilmu ini akhirnya diturunkan oleh
bapaknya para dewa. Raden Nurasa kepada Nabiyullah Khidir a.s. dan di
zaman Wali Songo nanti, ilmu ini dipegang dan menjadi lambang dari sifat
kependudukan masyarakat Jawa oleh tiga tokoh Waliyullah, yaitu Sunan
KaliJaga, Mbah Cakra Buana dan Khanjeng Syekh Siti Jenar. Moksa Jawi
sendiri, sebuah ilmu yang mengupas tentang kedigdayaan ilmu yang
bersumber dari raj lelembut, bernama raja lautan. ini sangat berperan
dan menjadi salah satu perwatakan masyarakat Jawa. Konon ajaran yang
tergabungn di dalamnya mengajarkan arti tirakat, mencegah hawa nafsu dan
memahami makna rohani, simbol dari ajaran ilmu ini digambarkan sebagai
bentuk keris. Keris menjadi suatu perlambang dari ajaran orang Jawa,
bermula dari seorang Empu, bernama Ki Supo Mandragini. Beliau salah satu
dari Khanjeng Sunan Ampel Denta yang diberi tugas untuk membuat sebilah
keris. Namun rupanya, pemahaman dari sang guru dan murid ini saling
berseberangan, disisi lain Sunan Ampel menginginkan sebuah pusaka berupa
sebilah pedang sebagai perlambang dari makna Islam. Namun ketidaktahuan
Ki Supo Mandragini sendiri, akhirnya beliau membuat sebilah keris
berluk 9. Keris tersebut menjadi penengah antara ajaran Islam dan Hindu
bagi orang Jawa, dengan sebutan Islam Kejawen, dan keris pembuatan Ki
Supo diberi nama Kyai Sengkelat.
Dari kedua aliran diatas, Islam telah ada di pulau Jawa sejak abad ke
9. Ajaran ini dibawa dari kota Misri oleh seorang Waliyullah Kamil
Syekh Sanusi dan muridnya Muhammad Al Bakhry, dan baru mansyhur tentang
ajaran Islam di pulau Jawa pada abad 13 dan 14 atau zamannya para Wali
Songo. Pembedaran dari keunikan yang terdapat di pulau Jawa pada masa
itu, 300 tahun sebelum Wali Songo mendudukinya, para Shanghyang maupun
bangsa lelembut seleman telah mengetahui lewat sasmita gaib yang mereka
terima, bahwa sebentar lagi pulau Jawa akan dibanjiri para pemimpin
makhluk dari berbagai negara. Mereka dari seluruh alam berkumpul,
diskusi di puncak Gunung Ciremai, pada masa itu mereka mufakat untuk
mengabdi dan membantu, apabila para Waliyullah telah menduduki pulau
Jawa. Namun tentunya tidak semua dari mereka setuju, sehingga perpecahan
dari dua kubu yang berseberang jalan itu dinamakan Getas Kinatas
(terpecahnya satu keluarga atau satu keturunan). Nanti pada akhirnya
tiba, dari Shanghyang Rowis Renggo Jenggala, akan menurunkan beberapa
keturunan Saktineng Paku Jawa (orang-orang sakti yang menjadi penguasa
pulau Jawa) diantaranya :
- “Arya Bengah ” yang menurunkan para putera Majapahit dan keturunannya sampai putera Mataram.
- “Ciung Wanara” yang menurunkan Lutung Kasarung hingga sampai ke
silsilah Prabu Agung Galuh atau yang dikenal dengan nama Prabu Munding
Wangi atau Prabu Siliwangi.
- “Nyi Mas Ratu Ayu Maharaja Sakti” menurunkan beberapa keturunan
berbagai alam diantaranya “Ratu Palaga Inggris, seorang puteri cantik
dari bangsa manusia, yang akhirnya dikawin oleh Prabu Siliwangi.
- “Kerta Jasa” maharaja sakti.
- “Sang Kowelan” salah satu anak dari Ratu Palaga Inggris yang
berjenis bangsa lelembut, dari beliau pula ucuk umum dan Ratu Kidul
dihasilkan.
- Dari “Syekh Sanusi” melahirkan ratusan Waliyullah kondang, diantaranya para Wali Irak, Yaman, Mesir, Turky, dan para Wali Jawa.
Untuk yang berseberangan atau getas kinatas , sebagian dari mereka
memilih ngahyang (raib) dan tak pernah muncul lagi di permukaan bumi dan
sebagian lagi mereka mengabdi dengan lewat menjaga semua alam di pulau
Jawa. Diantara yang mengabdi adalah :
- Sih Pohaci, beliau menjaga awan dan langit.
- Sih Parjampi, beliau selalu menjaga bumi dan bertempat pada lapisan bumi nomor dua.
- Sang Sontong, menjaga semua gunung pulau Jawa.
- Sang Waluhun, menjaga pantai utara dan selatan.
- Sih Walakat, menjaga seluruh hutan dan pepohonan.
- Sangkala Brahmana, menjaga Bumi Cirebon.
- Sangkala Wisesa, menjaga bumi Mataram.
- Janggala Putih, menjaga bumi Bogor.
- Sang Lenggang Lumenggang Gajah, menjaga bumi Jakarta.
- Sang Seda Hening, menjaga bumi Banten.
Dan pengguron atau perguruan para purwa, Wali Jawa, diantaranya :
Perguruan, penatas angin Pekalongan
Perguruan, Agung Waliyullah Ki Bagus Santo Pekalongan.
Perguruan, Pandarang Semarang.
Perguruan, Jambu Karang Purwokerto.
Perguruan, Daon Lumbung Cilacap, dan lain-lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar