Kisah Kewalian Syekh Magelung Sakti
Arifin Syam adalah putra dari kepala bagian pembesar istana dibawah
kekuasaan Raja Hut Mesir, beliau sejak bayi telah ditinggalkan oleh ayah
bundanya kehadirat Allah SWT, dan akhirnya dibesarkan oleh seorang
muslim yang taat, disalah satu kota terpencil bagian negara Syam.
Nama
Arifin Syam sendiri diambil dari kota dimana beliau dibesarkan kala itu
yaitu Negara Syam. Dalam keumuman manusia seusianya, Arifin Syam
dikenal sangat pendiam namun pintar dalam segi bahasa bahkan saking
pintarnya beliau sudah terkenal sejak usia 7 tahun dengan panggilan
sufistik kecil dikalangan guru dan pendidik lainnya. Karena pintar
inilah beliau banyak diperebutkan kalangan guru besar diseluruh negara
bagian Timur Tengah, dan sejak usia 11 tahun beliau telah menempatkan
posisinya sebagai pengajar termuda diberbagai tempat ternama sepeti :
Madinah, Mekkah, Istana Raja Mesir, Masjidil Aqso Palestina dan berbagai
tempat ternama lainnya.
Namun dalam kepribadiannya, beliau
banyak dihujat oleh ulama fukkoha, dikarenakan rambutnya yang semakin
hari semakin memanjang tidak terurus, sehingga dalam pandangan para
ahlul fikokkha, Srifin Syam terkesan bukan sebagai seorang pelajar
religius yang mengedepankan makna tatakrama seorang sufistik agung.
Hal
semacam ini bukan karena Arifin Syam tidak mau mencukur rambutnya yang
lambat laun jatuh ke tanah, namun beliau sediri sudah ratusan kali
beriktiar kebelahan dunia untuk mencari orang sakti yang benar-benar
mampu memotonga rambutnya, pasalnya sejak dilahirkan ke alam dunia,
rambut Arifin Syam sudah tidak bisa dipotong oleh sejenis benda tajam
maupun alat lainnya dan kisah ini berlanjut hingga beliau berusia 40
tahun.
di usia 30 tahun beliau diambil oleh Istana Mesir dan
menjadi panglima perang dalam mengalahkan pasukan Romawi dan Tartar, dan
dari sinilah nama beliau mulai mashur dikalangan masyarakat luas
sebagai panglima perang tersakti diantara panglima perang sebelumnya.
sebab keumuman seorang panglima kala itu bisa dilihat dari strategi
perangnya dan juga kelihaiannya dalam memainkan pedang, panah maupun
tombak dikancah peperangan, namun lain dengan Arifin Syam, yang kini
sudah bergelar dengan nama Panglima Mohammad Syam Magelung Sakti, beliau
acap kali tidak membawa pedang maupun tombak dalam memimpin pasukannya,
namun beliau selalu menebaskan rambutnya yang seperti kawat baja
disetiap menghadapi ribuan pasukan musuh sehingga dengan kesaktian
rambutnya pula membuat pasukan musuh pontang panting.
Kisah
kesaktian rambutnya mulai mashur di usia 32 tahun dan pada usia 34 tahun
beliau bertemu secara yakodho / lahir dengan Nabiyullah Hidir AS yang
mengharuskan beliau mencari guru mursyid sebagai pembimbingnya menuju
maqom kewalian kamil. Kisah pertemuan dengan Nabiyullah Hidir AS
membuat beliau meninggalkan istana Raja Mesir yang kala itu sangat
membutuhkan tenaganya, bahkan bukan hanyaitu beliau pun kerap dinantikan
oleh seluruh muridnya dalam pengena (Waliyullah).
Dengan
perbekalan makanan dan ratusan kitab yang dibawanya, Mohammad Syam
Magelung Sakti mulai mengarungi belahan dunia dengan membawa perahu
jukung (Perahu getek) seorang diri, beliau mulai mendatangi beberapa
ulama terkenal dan singgah untuk mengangkatnya menjadikan muridnya,
diantara yang disinggahi beliau antara lain : Syeikh Dzatul Ulum
Libanon, Syeikh Attijani Yaman bagian Selatan, Syeikh Qowi bin Subhan
bin Arsy Bairut, Syeikh Assamargondi bin Zubair bin Hasan India, Syeikh
Muawwiyah As-salam Malaka, Syeikh Mahmud Yerussalem, Syeikh Zakariyya
bin Salam bin Zaab Tunisia, Syeikh Marwan bin Sofyan Siddrul Muta’allim
Campa, dan masih banyak yang lainnya. Namun walau begitu banyaknya para
Waliyullah yang beliau datangi, tidak satu pun dari mereka yang
menerimanya, mereka malah berbalik berkata "Sesungguhnya akulah yang
meminta agar menjadi muridmu wahai sang Waliyullah"
Dengan
kekecewaan yang mendalam, Moh. Syam Magelung Sakti mulai meninggalkan
mereka untuk terus mencari Mursyid yang diinginkannya hingga pada suatu
hari beliau bertemu dengan seorang pertapa sakti bangsa Sanghiyang
bernama Resi Purba Sanghiyang Dursasana Prabu Kala Sengkala di
perbatasan sungai selat malaka.
" Datanglah wahai kisanak di
pulau Jawa, sesungguhnya disana telah hadir seorang pembawa kebajikan
bagi seluruh Wliyullah, benamkan hati dan pikiranmu ditelapak kakinya,
sesungguhnya beliau mengungguli dari semua Waliyullah yang ada" Dengan
perkataan sang Resi barusan, Moh. Syam sangat senang mendengarnya dan
setelah pamit beliaupun langsung meneruskan perjalanannya menuju pulau
Jawa.
Mungkin pembaca sekalian merasa bingung dengan perkataan
Resi tadi yang menanyatakan "Benamkan hati dan pikiranmu ditelapak
kakinya" seolah perkataan ini terlalu riskan di ucapkan pada seorang
yang mempunyai derajat Waliyullah. Sebelum pen-meneruskan cerita
selanjutnya, ada baiknya Misteri jelaskan terlebih dahulu kata bahasa
tadi agar tidak salah tafsir nantinya…
Dalam pemahaman ilmu
tauhid, bahwasannya tingkat ke Walian di bagi menjadi beberapa bagian
dan tingkat tertinggi disini adalah Maqom Quthbul Mutlak, yang di
teruskan dengan Maqom Atmaniyyah, Arba’atul ‘Amadu, Muqoyyad, Autad,
Nuqiba, Nujaba ‘ Abdal, Nasrulloh, Rijalulloh dan lain sebagainya.
Diantara
Wali yang ada, semua Waliyullah derajatnya dibawah telapak Quthbul
Muthlak sendiri derajatnya sebagai penerus Rosululloh, yaitu dibawah
ketiak atau pundaknya Nabiyulloh Muhammah SAW (Maqom Qurbah). Jadi walau
Moh. Syam Magelung Sakti pada waktu itu derajatnya sudah mencapai
Waliyullah Kamil, namun dalam hal Maqom, beliau belum ada apa-apanya
dengan Maqom Quthbul Mauthlak yang barusan Misteri bedarkan tadi. Kami
lanjutkan ke cerita semula…
Setelah Moh. Syam sampai dilaut pulau
Jawa, beliau akhirnya singgah disalah satu pedesaan sambil tiada
hentinya bertafakkur memohon kepada Allah SWT, untuk cepat ditemukan
dengan Mursyid yang diinginkannya, tepatnya pada malam jum’at kliwon
ditengah heningnya malam yang sunyi tiba-tiba beliau dikejutkan oleh
suara uluk salam dari seseorang " Assalamu’alaikum Ya Akhi min Ahli
Wilyah" lalu beliau pun dengan gugup menjawabnya " Wa’alaikum salam Ya
Nabiyulloh Hidir AS yang telah membawaku ke pintu Rohmatallil’alamiin.
Lima
tahun sudah Ananda mencari riddhoku dan kini ananda telah mencapainya,
datanglah ke kota Cirebon dan temuilah Syarif Hidayatulloh, sesungguhnya
dialah yang mempunyai derajat raja sebagai Maqom Quthbul Mutkhlak,
terang Nabiyulloh Hidir AS, sambil menghilang dari pandangannya. Dengan
semangat yang menggebu beliau langsung mengayuh jukungnya menuju kota
Cirebon yang dimaksud, sedangkan ditempat lain Syarif Hidayatulloh /
Sunan Gunung Jati yang sudah mengetahui kedatangan Moh. Syam Magelung
Sakti lewat Maqomnya saat itu beliau langsung mengutus uwaknya sekaligus
mertuanya Mbah Kuwu Cakra Buana untuk menjemputnya di pelabuhan laut
Cirebon.
Sesampainya ditempat dimana Sunan Gunung Jati
memerintahkannya. Mbah Kuwu tidak langsung menghadapkannya kepada
Kanjeng Sunan, melainkan mengujinya terlebih dahulu, hal semacam ini
bagi pemahaman ilmu tauhid disebut "Tahkikul ‘Ubudiyyah Fissifatir
Robbaniah / meyakinkan seorang Waliyulloh pada tingkat ke Walian
diantara hak dan Nur Robbani yang dipegangnya.
Setelah Moh. Syam
sudah berada dihadapan Mbah Kuwu Cakra Buana, beliau langsung uluk salam
menyapanya " wahai kisanak, taukah anda dimana saya harus bertemu
dengan Sunan Gunung Jati? namun yang ditanya malah mengindahkan
pertanyaannya dan balik bertanya.. " sudahkah kisanak sholat dhuhur,
setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh? terang Mbah Kuwu. ditanya
seperti itu Moh. Syam langsung mengangguk mengiyakan bahwa memang
dirinya belum melaksanakan sholat dhuhur, lalu Mbah Kuwu mengambil satu
bumbung kecil yang terbuat dari bambu "Masuklah dan sholat berjamaah
denganku" Sambil terheran-heran Moh. Syam mengikuti langkah manusia aneh
dihadapannya yang tak lain adalah Mabh Kuwu Cakra Buana, masuk kedalam
bumbung bambu yang ternyata dalamnya sangat luas dan bertengger Musholla
besar yang sangat anggun, setelah usai sholat Mbah Kuwu mengajaknya
menuju kota Cirebon, namun sebelum sampai ketempat tujuan atas hawatif
yang diterimanya dari sunan Gunung Jati, Mbah Kuwu memotong rambutnya
dan langsung menghilang dari hadapan Moh. Syam Magelung Sakti. Tahu
rambutnya telah terpotong beliau langsung berkeyakinan bahwa tiada lain
manusia tadi (Mbah Kuwu) adalah Sunan Gunung Jati yang dimaksud. lalu
beliaupun memanggilnya tiada henti hingga keseluruhan pelosok desa.
Kisah
terpotongnya rambut Moh. Syam yang kini terkenal dengan sebutan Syeikh
Magelung Sakti kini masih dilestarikan dan menjadi nama desa hingga kini
yaitu di Desa Karang Getas sebelah selatan kantor wali kota Cirebon dan
tahukah anda berapa meter rambut Syeikh Magelung Sakti, sesungguhnya?
yaitu 340 m, atau sepanjang jalan Karang Getas, antara perbatasan desa
Pagongan hingga lampu merah pasar Kanoman. Panjangnya rambut syeikh
Magelung Sakti ini sudah dapat restu dari beberapa ulama khosois seperti
Syeikh Auliya Nur Ali, Syeikh Kamil Ahmad Trusmi, Syeikh Ahmad Sindang
Laut, Syeikh Asnawi bin Subki Gedongan.
Misteri lanjutkan
kembali, dengan rasa bersemangat Moh. Syam terus mencari keberadaan
Sunan Gunung Jati yang dianggapnya barusan memotong rambutnya, beliau
terus berlari sambil memanggil nama Sunan Gunung Jati terus-menerus,
pada suatu tempat tanpa disadari olehnya, beliau masuk dalam kerumunan
orang banyak yang tak lain sedang dibuka perlombaan memperebutkan putri
cantik dan sakti, Nyimas Gandasari Panguragan. Merasa dirinya masuk
gelanggang arena, Wanita cantik yang tak lain adalah Nyimas Gandasari
langsung menyerangnnya… Merasa dirinya diserang secara mendadak, Moh.
Syam langsung mengelak dan menjauhinya, namun bagaimana dengan Nyimas
Gandasari sendiri yang kala itu sedang diperebutkan para jawara dari
berbagai pelosok daerah. beliau sangat tersinggung dengan menghindarinya
pemuda yang barusan masuk tadi, maka dengan serangan berapi-api Nyimas
Gandasari langsung melipat gandakan tenaganya untuk menglahkan pesaing
yang kini sedang dihadapinya.
Dengan perasaan dongkol, Moh. Syam
akhirnya memutuskan untuk melayaninya dengan bersungguh hati hingga
ditengah perjalanan Nyimas Gandasari sangat kewalahan. Merasa
kesaktiannya kalah dibawah pemuda asing yang kini sedang dihadapinya,
maka dengan sesekali loncatan Nyimas Gandasari berucap "Ya Kanjeng
Susuhan Sunan Gunung Jati, Yajabarutihi ila sulthonil alam, kun fayakun
Lailaha Illallah Muhamad Rosululloh" lalu beliau langsung terbang ke
awang-awang dengan maksud agar pemuda tadi tidak sampai mengejarnya.
lain dengan jalan pikiran Moh. Syam waktu itu setelah beliau mendengar
nama Sunan Gunung Jati disebutnya, beliau tambah berambisi utnuk mencari
tahu, maka disusullah Nyimas Gandasari, hingga sampai tangan kanannya
terperangkap.
Merasa dirinya panik Nyimas Gandasari langsung
melepaskan tangan Moh. Syam sambil tubuhnya menukik tajam kebawah. pada
saat yang bersamaan Sunan Gunung Jati yang sedang tafakkur disungai Kali
Jaga, kedatangan Nyimas Gandasari yang wajahnya terlihat pucat pasi dan
sambil menuding kearah depan Nyimas Gandasari, memohon kepada gurunya
agar pemuda yang mengejarnya tidak melihat dirinya. lalu dengan
menyelipkan tubuhnya dibawah bekiak kakinya, kanjeng sunan Gunung Jati
berkata pada pemuda yang barusan datang dihadapannya " Wahai kisanak,
anda mencari siapa ditempat yang sepi seperti ini?" lalu Moh. Syam pun
menjawabnya " Kisanak mohon maaf sesungguhnya saya datang kemari mencari
gadis untuk meminta bantuannya, dimana saya bisa menemui Sunan Gunung
Jati?" dengan tersenyum akhirnya Sunan Gunung Jati melepaskan wujud
kecil Nyimas Gandasari ke wujud semula dan meminta berterus terang
dengan apa yang pernah di ikrarkan sebelumnya, yaitu wajib mematuhi
janjinya untuk menikah dengan orang yang mengalahkan kesaktiannya.
Dengan
perjalanan ini akhirnya Moh. Syam berganti nama dengan sebutan Pangeran
Soka dan dipenghujung cerita antara Nyimas Gandasari dan Pangeran Soka
akhirnya berikrar untuk meneruskan perjalanan hidupnya menuju ilmu
tauhid yang lebih matang hingga mereka berdua mufakat menjalankan nikah
bisirri tanpa hubungan badan selayaknya suami istri, namun akan bersatu
dengan nikah hakikiyah di alam surga kelak dengan disaksikan langsung
oleh Sunan Gunung Jati Min Quthbil Mutlak ila Jami’il Waliyulloh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar