Ditengah derasnya hujan angin, sosok bung Karno yang kala itu masih
menjadi bocah angon berlari kecil menelusuri jalan setapak menuju bukit
gorong, yang terletak disebelah kanan sungai Penyu Cilacap, Jawa
tengah. Beliau membawa satu amanat dari salah satu gurunya KH. Rifai bin
Soleh Al Yamani (Hadrotul maut), Banyuwangi, Jawa Timur.
Sebagai
seorang pemikir handal yang mempercayai suatu kehidupan alam lain,
beliau kerap mengasingkan diri dalam fenomena yang tak layak pada
umumnya, yaitu selalu bertirakat dari satu gua kumuh, bebukitan terjal ,
hutan belantara hingga tempat wingit lainnya.
Kisah ini terjadi
pada jum’at legi, bulan maulud 1937H. Berawal dari sebuah mimpi yang
dialaminya. Di suatu malam, beliau didatangi seekor naga besar yang
ingin ikut serta mendampingi hidupnya. Naga itu mengenalkan dirinya
bernama, Sanca Manik Kali Penyu, yang tinggal didalam bukit Gorong,
kepunyaan dari Ibu Ratu Nyi Blorong, yang melegendaris.
Dengan
kejelasan mimpinya, Bung Karno, langsung menemui KH. Rifai, yang kala
itu sangat masyhur namanya. Lalu sang kyai memberinya berupa amalan atau
sejenis doa Basmalah, yang konon bisa mewujudkan benda gaib menjadi
nyata.
Lewat suatu komtemplasi dan prosesi ritual panjang,
akhirnya Bung Karno, ditemui sosok wanita cantik yang tak lain adalah
Nyi Blorong sendiri.
"Andika!! Derajatmu wes tibo neng arep,
siap nampi mahkota loro, lan iki mung ibu iso ngai bibit kejembaran soko
nagara derajat, kang manfaati soko derajatmu ugo wibowo lan rejekimu
serto asih penanggihan" terang Nyi Blorong.
Yang arti dari ucapan tadi kurang lebihnya; "Anakku!! Sebentar lagi kamu
akan menjadi manusia yang mempunyai dua derajat sekaligus (Pemimpin
umat manusia dan bangsa gaib yang disebut sebagai istilah/ Rijalul
gaib). Saya hanya bisa memberikan sebuah mustika yang manfaatnya
sebagai, ketenangan hatimu, keluhuran derajat, wibawa, kerejekian serta
pengasihan yang akan membawamu dipermudah dalam segala tujuan"
Mustika
yang dimaksud tak lain berupa paku bumi, jelmaan dari seekor naga
sakti, Sanca Manik, yang didalam mulutnya terdapat satu buah batu merah
delima bulat berwarna merah putih crystal.(Bisa dilihat dalam gambar
atas) symbol dari bendera merah putih/ negara Indonesia.
Sebagai
sosok mumpuni sekaligus hobbiis dalam dunia supranatural, (7) bulan,
dari kedapatan mustika Sanca Manik, beliau pun bermimpi kembali. Yang
mana didalam mimpinya sosok Kanjeng Sunan KaliJaga beserta ibu Ratu
Kidul Pajajaran (suami istri) menyuruh Bung Karno, datang ke bukit
Tinggi Pelabuhan Ratu, Sukabumi- Jawa Barat.
"Datanglah Nak
ketempatku!!! Kusiapkan jodoh dari pemberian Putranda (Nyi Blorong) yang
kini telah kau terima, tak pantas melati tanpa kembang kenanga, lelaki
tanpa adanya wanita"
Tentunya sebagai seorang yang berpengalaman
dalam pengolahan bathiniyah, Bung Karno, adalah salah satu bocah yang
sangat paham akan makna sebuah mimpi. Dalam hal ini beliau menyakini
bahwa mimpi yang barusan dialaminya adalah bagian dari kebenaran.
Dengan
meminta bantuan kepada, Kartolo Harjo, asal dari kota Pekalongan, yang
kala itu dianggap orang paling kaya, merekapun hari itu juga langsung
menuju lokasi yang dimaksud, dengan membawa sedan cw keluaran tahun
1889.
Kisah perjalanan menuju Pelabuhan Ratu, ini cukup memakan
waktu panjang, pasalnya disetiap daerah yang dilaluinya Bung Karno,
selalu diberhentikan oleh seseorang yang tidak dikenal.
Mereka
berebut memberikan sesuatu pada sosok kharismatik berupa pusaka maupun
bentuk mustika. Hal semacam ini sudah sewajarnya dalam dunia
keparanormalan sejak zaman dahulu kala, dimana ada sosok yang bakal
menjadi cikal seorang pemimpin, maka seluruh bangsa gaibiah akan dengan
antusiasnya berebut memamerkan dirinya untuk bisa sedekat mungkin
dengannya.
Untuk mengungkapkan lebih lanjut perjalanan Bung Karno
menuju Pelabuhan Ratu, yang dimulai pada hari Kamis pon, ba’da subuh,
Syawal 1938H, pertama kalinya perjalanan ini dimulai dari kota Klaten
Jawa Tengah.
Ditengah hutan Roban, Semarang, beliau diminta turun
oleh sosok hitam berambut jambul, yang mengaku bernama, Setopati asal
dari bangsa jin, dan memberikan pusaka berupa cundrik kecil, berpamor
Madura dengan besi warna hitam legam. Manfaatnya, sebagai wasilah bisa
menghilang.
Juga saat melintas kota Brebes dan Cirebon, beliau disuruh turun oleh (empat) orang yang tidak dikenal
1.
Bernama kyai Paksa Jagat, dari bangsa Sanghiyang, memberikan sebuah
keris berluk- 5, manfaatnya sebagai wasilah, tidak bisa dikalahkan dalam
beragumen.
2. Bernama Nyai sempono, asal dari Selat Malaka, yang
ngahyang sewaktu kejadian Majapahit dikalahkan oleh Demak Bintoro,
beliau memberikan sebuah tusuk konde yang dinamai, Paku Raksa Bumi,
manfaatnya, mempengaruhi pikiran manusia.
3. Bernama Kyai Aji,
asal dari siluman Seleman, beliau memberikan sebuah pusaka berupa taring
macan, manfaatnya, sebagai kharisma dan kedudukan derajat.
4.
Bernama Ki Jaga Rana, memberikan sebuah batu mustika koplak, berwarna
merah cabe, manfaatnya sebagai daya tahan tubuh dari segala cuaca.
Lalu
saat melintas hutan Tomo Sumedang, beliaupun dihadang oleh seorang
nenek renta yang mengharuskannya turun dari mobil, mulanya Bung Karno,
enggan turun, namun saat melaluinya untuk terus melajukan mobil yang
dikendarinya, ternyata mobil tersebut tidak bisa jalan sama sekali,
disitu beliau diberikan satu buah mustika Yaman Ampal, sebagai wasilah
kebal segala senjata tajam.
Juga saat melintas digerbang
perbatasan Sukabumi, beliau dihadang oleh segerombolan babi hutan, yang
ternyata secara terpisah, salah satu dari binatang tadi meninggalkan
satu buah mustika yang memancarkan sinar kemerahan berupa cungkup kecil
yang didalamnya terdapat satu buah batu merah delima mungil.
Sesampainya
ditempat yang dituju, Bung Karno dan temanya mulai mempersiapkan rambe
rompe berupa sesajen sepati, sebagai satu penghormatan kepada seluruh
bangsa gaib yang ada ditempat itu, tepatnya malam rabo kliwon, Bung
Karno, mulai mengadakan ritual khususiah secara terpisah dengan
temannya, semua ini beliau lakukan agar jangan sampai menggangu satu
sama lainnya dalam aktifitas menuju suatu penghormatan kepada bangsa
gaib yang mengundangnya.
Dua malam beliau melakukan ritual tapa
brata, dengan cara sikep kejawen yang biasa dilakukannya saat menghadapi
penghormatan kepada bangsa gaib, lepas pukul 24.00, seorang bersorban
dan wanita cantik yang tiada tara datang menghampirinya, mereka berdua
tak lain adalah Sunan kaliJaga dan Nyimas Nawang wulan Sari Pajajaran,
yang sengaja mengundangnya.
"Anakku!!! Dalam menghadapi peranmu
yang sebentar lagi dimulai, Ibu hanya bisa memberikan sementara sejodoh
mustika yang diambil dari dasar laut Nirsarimayu (dasar laut pantai
selatan sebelah timur kaputrennya) ini mustika jadohnya dari yang sudah
kamu pegang saat ini,gunakanlah mustika ini sebagai wasilah kerejekian
guna membantu orang yang tidak mampu, sebab inti dari kekuataqn
yangterkandung didalamnya, bisa memudahkan segala urusan duniawiah
sesulit apapun" Lalu setelah berucap demikian, kedua sang tokoh pun
langsung menghilang dfari pandangannya.
Kini tinggal Bung karno, sendirian yang langsung menelaah segala ucapan dari Ibu Ratu, barusan.
Di
dalam tatacara ilmu supranatural, cara yang dilakukan oleh Bung karno,
diam menafakuri setelah kedapatan hadiah dari bangsa gaib tanpa harus
meninggalkan tempat komtemplasi terlebih dahulu, adalah suatu tatakrama
yang sangat dihormati oleh seluruh bangsa gaib dan itu dinamakan, Sikep
undur/ tatkrama perpisahan.
Dari kejadian itu Bung Karno,
langsung mengambil sikap diam dalam perjalanan pulang sambil berpuasa
hingga sampai rumah/ tempat kembali semula, cara seperti ini disebut
sebagai, Ngaulo hamba/ mentaati pelaturan gaib supaya apa yang sudah
dimilikinya bisa bermanfaat lahir dan bathin.
Dalam kisah ini
bisa diaambil kesimpulan bahwa, segala sesuatunya bisa bermanfaat,
apabila disertai kerja keras dan tetap memegang penghormatan dalam
menggunakan apapun yang bersifat gaibiyah, bukan malah sebaliknya,
digunakan terhadap tujuan yang kurang bermanfaat atau banyaknya
berandai- andai yang mengakibatkan kita jadi malas.
Kisah ini
sudah mendapatkan ijin dari Ahlul Khosois, Habib Umar bin Yahya,
Pekalongan, habib Nawawi Cirebon, Habib Nur, Indramayu dan Mbah Moh,
dari Pertanahan Kebumen Jawa Tengah. Semoga yang kami uraikan tadi bisa
diambil hikmah dan manfaatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar